Minggu, 10 Mei 2009

Pentingnya SDLB di Indramayu

Kasi Kurikulum Dikdas pada
Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu, Drs. Masdik, MM. (Foto:Satim)

“Kelainan” Mental

Pemerintah Didesak Bangun SDLB

Setiap Kecamatan

INDRAMAYU – Duduga karena banyaknya anak-anak usia sekolah dasar yang mengalami “kelainan” mental, dan gangguan psikis lainnya, saat ini dibutuhkan sarana layanan pendidikan dasar luar biasa yang akan membina anak-anak seperti itu. Sekolah pun harus dijamin gratis dan biayanya ditanggung pemerintah. Kebutuhan Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) itu tampaknya sangat mendesak, dan perlu dibangun di setiap kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat.

Maklum, sampai saat ini, pemerintah belum membangunkan SDLB di setiap kecamatan, sehingga masyarakat merasa keberatan dan agak kesulitan untuk menyekolahkan anak-anaknya yang kebetulan diduga memiliki “kelainan”. Kalau sudah berdiri SDLB di masing-masing kecamatan, masyarakat diharapkan tidak merasa keberatan untuk menyekolahkan anaknya, sehingga upaya untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia masyarakat Indramayu bisa terlayani semua.

Jangan sampai, anak-anak yang memiliki “kelainan” sekolahnya campur dengan anak-anak normal. Dampaknya, sangat buruk terhadap imej sekolah dasar yang bersangkutan, karena keberadaannya akan mempengaruhi nilai dan kelulusan siswa lainnya. Inilah yang kemudian menjadi salah satu alasan mendesak agar di setiap kecamatan berdiri SDLB yang dibiayai pemerintah.

Demikian rangkuman pendapat Kasi Kurikulum Pendidikan Dasar pada Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu, Drs. Masdik, MM dalam dialog khusus tentang persoalan pendidikan dasar dan permasalahannya di lapangan dengan ToeNTAS News dan Pelita, Minggu (10/5) di kantornya.

Pendapat Masdik itu berdasarkan hasil temuannya di beberapa sekolah dasar yang pernah dikunjunginya. Kemudian hasil temuan ToeNTAS News dan Pelita di wilayah Kabupaten Indramayu, nyatanya tak sedikit pula anak-anak seusia sekolah dasar yang membutuhkan pelayanan pendidikan khusus di SDLB, dan bukan di sekolah dasar umum. Lantaran mereka diduga memiliki “kelainan”, sedangkan orangtuanya merasa kerepotan jika harus mendidik anak-anaknya itu ke SDLB sekitar kota yang terlalu jauh.

Temuan di lapangan, ada satu keluarga yang orangtuanya menjadi guru, namun kedua anaknya diduga mengalami “kelainan” dan hingga kini selalu dijaga-jaga terus oleh orangtuanya. Pernah di sekolahkan di SDLB sekitar kota, namun karena terlalu jauh dan merepotkannya, lalu putus sekolah di tengah jalan. Sementara di lingkungan masyarakat pun, keberadaan mereka selalu diawasi ketat orangtuanya karena sering “merepotkan”.

Temuan Masdik malah agak lucu lagi, ada beberapa sekolah memiliki murid yang aneh. Sampai kelas 5 belum bisa membaca dan menulis dengan benar. Karena termasuk laporan yang ganjil dan mencurigakan, kemudian suatu hari Masdik mengunjungi sekolah dimaksud.

“Setelah saya masuk kelas, anak-anak itu malah ngumpet di kolong meja belajar. Kalau yang lain-lainnya mendengarkan saya bicara yang didampingi kepala sekolahnya. Dari sikap dan bicaranya, ternyata diduga ada kelainan. Pantas saja di sekolah itu prestasinya memble terus gara-gara beberapa muridnya seperti itu,” kata Masdik.

Menurutnya, sejumlah temuan serupa juga banyak dijumpai di tengah-tengah masyarakat, juga di beberapa sekolah dasar umum. Sehingga, desakan berdirinya SDLB di tiap kecamatan itu, dalam rangka untuk merealisasikan pendidikan dasar bagi kalangan anak yang diduga memiliki “kelainan”. (Satim/Joko K) ***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar