KOTA TOEA INDRAMAYU
Kemalangan di Tengah Gempuran Zaman
INDRAMAYU – Kota tua di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat masih tampak hingga kini. Meski beberapa bangunannya sudah banyak yang dipugar, sehingga agak mengurangi keasrian dari lokasi yang dulu pernah menyimpan sejarah tersendiri sejak keberadaannya pada masa lalu itu.
Namun, lokasi “Kota Toea” Indramayu itu masih seperti yang dulu, dan kini dijadikan nama Jalan Veteran dan Jalan Cimanuk bagian Timur Indramayu. Di kedua lokasi tersebut, Anda masih bisa menyaksikan deretan sejumlah gedung tua yang artistik, dan bentuk bangunannya bergaya China dan Eropa. Konon, kolonial Belanda lah yang memformat deretan sejumlah gudang barang dan pemukiman yang letaknya menghadap Sungai Cimanuk.
Hanya pemandangan yang sedikit tak sedap, karena sejumlah bangunan tembok besar dan meninggi sudah banyak yang hancur dan rata dengan tanah. Kesan tidak terpelihara kian tampak di sana. Ada kemungkinan, para keturunan yang mewarisi sejumlah bangunan tua tersebut tidak menjaga dan memeliharanya. Meski disebut-sebut, bahwa kawasan Kota Tua Indramayu hingga kini mayoritas dikuasai keturunan Tionghoa yang mayoritas berdagang.
Kawasan peninggalan sejarah itu hingga kini masih berada di sepanjang Sungai Cimanuk, tak jauh dari jantung Indramayu kota. Konon, dulunya sewaktu Belanda menjajah Indramayu mendirikan sejumlah pemukiman dan gudang-gudang barang ekspor dan impor kebutuhan sehari-hari, seperti tepung, garam, gula, beras, dan pupuk.
Namun berdasarkan Buku Sejarah Indramayu (1977) yang ditulis H. A. Dasuki menjelaskan, berdirinya kawasan tersebut ketika Belanda mulai menduduki Indramayu pada 1830, dan ketika itu kawasan Sungai Cimanuk dijadikan pelabuhan dengan dermaganya, sekarang berada di belakang Mesjid Agung Indramayu. Salah satu bukti peninggalan sejarahnya, sebuah segelondong patok jati untuk mengikat tali kapal yang berlabuh. Dalam patok itu bertuliskan 0 KM (nol kilometer).
Dimyati (55), salah seorang yang punya arti tersendiri baginya ketika disinggung kawasan “Kota Toea” Indramayu. Lantaran, sudah puluhan tahun sisa hidupnya mengabdi untuk menjaga kawasan pergudangan dan pemukiman kota bersejarah itu. Meski upah yang ia peroleh belum sebanding dengan tugas dan tanggung jawabnya dalam menjaga lingkungan kawasan lama tersebut. Maklum, ia hanya dibayar ratusan ribu rupiah setiap bulannya dari warga keturunan Tionghoa yang bermukim di sana.
“Sebuah pengabdian panjang dalam mengisi sisa hidupku. Meski pemerintah terkesan tak punya kepedulian terhadap nasibku. Tapi mencoba untuk tabah, menjalani hidup apa adanya,” kata pria kelahiran Indramayu 2 Juli 1944 itu.
Dimyati mengharapkan, agar pemerintah bertanggung jawab terhadap kelestarian kota tua Indramayu berikut sejumlah peninggalan sejarah lainnya yang ada di Bumi Wiralodra Indramayu. Ia khawatir, jika peninggalan sejarah yang masih tersisa saja habis akibat gempuran zaman dan kerakusan ambisi modernisasi, apalagi indikasi politik penguasa yang tak peduli terhadap nilai-nilai sejarah. Jika demikian adanya, lalu apa yang bisa dibuktikan fakta sejarah kepada para generasi muda dalam membangun jiwa nasionalismenya.
“Jangan sampai generasi kita kehilangan jejak sejarah, dampaknya akan parah !,” ujarnya di Pos Penjagaan kawasan gedung tua Jalan Cimanuk Timur. (Satim/Joko K)***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar