Mbah Hadi Tutup Usia
SOLO – KRH Darmodipuro yang akrab disapa Mbah Hadi, mantan Kepala Museum Radya Pustaka di Solo, Rabu (27/5) pukul 14.15, meninggal dunia dalam usia 71 tahun setelah beberapa lama menderita sakit. Jenazah almarhum akan dimakamkan Kamis (28/5) siang di Pemakaman Umum Daksinalaya, Sukoharjo, berangkat dari kediaman di Jalan Kiai Maja, RT.04 RW.05, Kelurahan Semanggi.
Menurut Suharyadi (27), putra bungsu almarhum, sebulan silam Mbah Hadi jatuh terduduk di lantau saat hendak sarapan pagi di ruang makan. Sempat diurut, selang sepekan kemudian diperiksakan ke rumah sakit setelah mengeluh tak bisa jalan. Dokter menyebutkan, ada bagian tulang punggungnya yang retak. Sejak itu ia menggunakan kursi roda.
Walau dalam kondisi sakit, Mbah Hadi sehari-hari tetap melayani warga masyarakat yang hendak konsultasi menyangkut perhitungan hari untuk hajatan, seperti perkawainan mencari jodoh, pembangunan rumah, peresmian gedung. Ia juga melayani ruwatan bagi mereka yang ingin terbebas dari kenaasan hidup.
“Jam 10.00 tadi masih welayani tamu dari Nguter. Tapi, jam 12.00 mendadak ia mengeluh dadanya sesak. Belum sempat diperiksa dokter, dia sudah meninggal,” kata Ny. Sulastri (65) adik kandung almarhum.
Suhadi, namanya saat muda, menjabat Kepala Museum Radya Pustaka Solo sejak tahun 1976 atas rekomendasi GPH Hadiwijoyo. Belakangan, seelah mendalami pengetahuan pawukon dan primbon, yaitu perhitungan hari dalam sistem kalender Jawa, ia menjadi narasumber andal dan panutan mengenai pawukon dan primbon di masyarakat. Banyak warga dari awam hingga pejabat tinggi, memanfaatkan ilmunya untuk berbagai keperluan.
Akan tetapi, November 2007, reputasi Mbah Hadi pupus menyusul terungkapnya kasus pencurian dan pemalsuan atas enam arca koleksi Museum Radya Pustaka.
Mbah Hadi bersama dua karyawan museum, Jarwadi dan Gatot, ditangkap polisi dan menjalani proses persidangan. Mbah Hadi terbukti berperan dalam kasus tersebut. Ia harus menjalani hukuman pidana selama 18 bulan. Ia dinyatakan bebas bersyarat Oktober 2008. (ASA/SON)
Source : Kompas, Kamis, 28 Mei 2009
Foto-foto Posmo.net, Kompas.com, dan Mataya-Indonesia.org.
Ditemukan 16 Peta Kuno
Masih Dicari 23 Buku Kuno yang Hilang
SOLO - Pengelola Museum Radya Pustaka di Kota Solo "menemukan" 16 peta kuno. Dari 16 peta kuno tersebut, tujuh di antaranya sudah diidentifikasi, yakni dua peta Surakarta, peta wilayah Keraton Plered, Keraton Surakarta, Keraton Pajang, Kasepuhan Cirebon, dan Keraton Kartasura.
Peta kuno tersebut digambar dengan tangan menggunakan tinta di atas kertas karton tebal. Salah satu peta, yakni peta wilayah Keraton Kasepuhan Cirebon, dibuat tahun 1882 atau berumur 127 tahun. Adapun peta wilayah Surakarta disertai catatan pembuatan tahun 1903.
Gambar peta masih tampak jelas, tetapi beberapa peta sudah mulai sobek. Tulisan pada peta menggunakan huruf Jawa carik dan ada juga yang menggunakan huruf Latin. Peta-peta tersebut selama ini belum masuk daftar inventarisasi koleksi Museum Radya Pustaka.
inventarisasi koleksi Museum Radya Pustaka.
Peta ditemukan saat staf museum membersihkan gudang untuk mencari sekitar 23 buku dan naskah kuno yang diduga hilang.
"Banyak koleksi buku dan naskah di gudang itu yang belum diberi nomor dan masuk daftar inventarisasi," kata Ketua Komite Museum Radya Pustaka Winarso Kalingga, Sabtu (23/5).
Peta-peta kuno ditemukan Jumat lalu bersamaan dengan kedatangan lima staf dari Badan
Arsip dan Perpustakaan Daerah Jawa Tengah. Anggota staf Museum Radya Pustaka, Soemarni Wijayanti, mengungkapkan, Badan Arsip menyarankan dilakukan laminasi terhadap peta-peta kuno yang ditemukan agar awet dan bisa dipamerkan di Museum Radya Pustaka.
Sejarawan dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Tundjung W Sutirto, mengatakan, peta kuno tersebut sangat berharga karena bisa diketahui wilayah kekuasaan beberapa keraton di Jawa saat itu. Bisa diketahui pula pola penataan kota, ekologi sistem pertahanan keraton saat itu.
Masih dicari
Berkaitan dengan dugaan hilangnya sekitar 23 naskah dan buku kuno, hingga kini pengelola museum masih melakukan pencarian.
Tundjung mengatakan, hilangnya naskah kuno dan belum diinventarisasinya peta-peta ktmo menunjukkan pengelolaan museum di Indonesia masih buruk dan tidak profesional. Barang-barang bersejarah yang tak ternilai harganya peninggalan zaman Singosari hingga Surakarta banyak yang tidak jelas keberadaannya. "Bendanya tetap ada, tetapi entah di mana keberadaannya," katanya.
Ini, menurut Tundjung, juga menunjukkan rendahnya kepedulian perguruan tinggi, terutama yang memiliki fakultas sastra, karena sedikit sekali mengambil bagian dalam pelestarian khazanah pustaka.
"Konvensi internasional tidak membolehkan penggandaan naskah kuno dengan fotokopi karena akan merusak naskah, tetapi bisa dibuat mikrofilm," kata Tundjung. (EKI)
Daftar Buku yang Diduga Hilang :
1. Serat Ong Ilahe'ng
2. Primbon Mangku Prajan
3. Serat Jaya Lengkara Purwacarita
4. Buku Werna-werni Sinjang (empat jilid)
5. Buku Gambar Songsong Kraton Lan Keterangan Werna-Werni
6. Buku Gambar Songsong Kraton
7. Serat Babad Surakarta
8. Babad Giyanti Dumugi Prajat & Partakrama (dua jilid)
9. Serat Jugul Muda
10. Serat Jugul Muda Baratayuda
11. Smaradahana
12. Kawi Bausastra
13. Serat Bausastra (empat jilid)
14. Kakawin Bharatayuda (dibuat untuk PB IV sebelum menjadi raja) ,
15. Serat Babad Purwa
16. Menak Purwakanda (dua buku, yakni Serat Karmajarwa dan Serat Nawawi)
17. Kamus Kawi Jawa Wiwit Huruf Ha Dumugi Ka
Buku yang Masih Dicari :
l. Serat Isi Tembang Kawi
2. Serat Sakuntala
3. Wiwaho Jarwa I
4. Wiwaho Jarwa II
5. Kakawin Parthajaya
Sumber: Museum Radya Pustaka Source: Kompas, Senin, 25 Mei 2009
Illustrasi : Gunawan
Naskah Kuno Mulai Digitalisasi
SOLO - Hilangnya sejumlah naskah kuno dan buruknya inventarisasi koleksi di museum tidak terlepas dari terbatasnya dana dan sumber daya manusia. Hal ini dialami sejumlah museum di Tanah Air, termasuk Museum Radya Pustaka Solo.
Di Museum Radya Pustaka, misalnya, hingga kini hanya ada empat anggota staf yang bertugas, yakni petugas tiket, administrasi, perpustakaan, dan pemandu wisata. Keempatnya bersama tiga orang Komite Museum Radya Pustaka mengelola museum. Ini ditambah satu juru pelihara museum.
"Untuk perawatan dan operasional, seperti listrik, kebutuhan dananya banyak sekali, sementara kami hanya mendapat bantuan Rp 100 juta setahun. Untuk honor karyawan dan operasional saja tidak cukup," kata Ketua Komite Museum Radya Pustaka Winarso Kalingga, Senin (25/5).
Petugas perpustakaan, Kurnia Heniwati, berharap museum mendapat pendampingan tenaga ahli untuk pengelolaan museum dan perawatan koleksi-koleksinya. Saat ia masuk tahun 2007, kondisi koleksi pustaka semrawut. "Buku-buku banyak yang hampir hancur. Letaknya bercampur karena pengunjung bisa mengambil sendiri buku yang ingin dibaca," katanya.
Kurnia bersama anggota staf lainnya kemudian membersihkan dan memperbaiki buku-buku yang ada, termasuk menemukan keberadaan buku-buku di gudang yang belum masuk katalog, di antaranya buku berbahasa Belanda 300 buah, berbahasa Indonesia 400, dan berbahasa Jawa carik 200 buah.
Anggota staf museum Radya Pustaka, Soemarni Wijayanti, mengatakan, pihaknya harus pintar-pintar membagi waktu untuk mengurus koleksi pustaka. "Untuk mencari naskah dan buku kuno yang diduga hilang, kami harus menyempatkan waktu di tengah tugas utama melayani pengunjung museum dan perpustakaan," katanya.
Wali Kota Solo Joko Widodo secara terpisah mengatakan, pihaknya akan menambah bantuan dana untuk museum dalam perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Solo. Ia juga meminta agar museum segera mencari keberadaan buku dan naskah kuno yang diduga hilang. Jika memang dipastikan hilang, Komite Museum diminta segera melapor ke polisi.
Untuk tahun anggaran 2009, Pemkot Solo memberi bantuan Rp 100 juta. Museum Radya Pustaka berumur 119 tahun, didirikan 28 Oktober 1890 oleh Kanjeng Raden Arjo (KRA) Sosrodiningrat IV yang saat itu menjabat patih Paku Buwono IX.
Lakukan Digitalisasi
Secara terpisah, pendiri Yayasan Sastra Surakarta, John Paterson, dan Direktur Yayasan Sastra Surakarta Supardjo mengatakan, menyadari naskah kuno sangat penting untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Yayasan Sastra Surakarta, Jawa Tengah, kini mereka melakukan digitalisasi terhadap naskah peninggalan masa lalu. Paterson mengatakan, hingga kini, sekitar 15 juta kata telah didigitalisasi dan sedang dalam proses mengunggah pada situs web www.sastra.org.
Sebagian besar karya yang akan dimuat dalam situs web, yang rencananya akan online kembali mulai Agustus 2009, adalah karya sastra terkenal yang ditulis atau diterbitkan pada awal abad ke-19 sampai awal abad ke-20. Karya dimulai dari bentuk tembang (puisi), gencaran (prosa) baik prosa yang ditulis tangan, cetakan, maupun ketikan.
"Dengan digitalisasi, naskah asli menjadi lebih aman," kata Direktur Yayasan Sastra Surakarta.
Direktur Museum Direktorat Sejarah dan Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Intan Mardiana Napitupulu mengatakan, buku kuno yang dinyatakan hilang belum bisa dikatakan hilang karena harus dibuktikan dulu dengan catatan yang ada. (EKI/SON/NAL)***
Source : Kompas, Selasa, 26 Mei 2009 (Foto : PasarSolo.com)
Dosen UGM Terima Penghargaan InternasionalSource : Kompas, Selasa, 26 mei 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar